Wednesday, March 26, 2008

Pendidikan Agama

Tipologi Pengetahuan Teologis Agama, Identitas Kolektif dan Sikap Multikultural Siswa SMA Negeri di Sulawesi Utara
Sponsor; by. Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Depag. RI

Abstrak

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap pengaruh agama terhadap perbedaan persepsi dan sikap teologis, multikultural dan identitas kolektif keagamaan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Sulawesi Utara. Di samping itu, studi ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi karakter hubungan antara agama (Islam dan Kristen), persepsi teologis siswa, sikap teologis siswa, identitas kolektif keagamaan siswa, persepsi multikultural siswa dan sikap multikultural siswa.

Studi ini melibatkan 315 orang sampel siswa dengan 271 sampel item instrumen untuk mengukur lima konsep, yaitu persepsi dan sikap teologis siswa, identitas kolektif keagamaan siswa serta persepsi dan sikap multikultural siswa. Setelah dilakukan validasi instrumen dengan menggunakan Rasch Measurement Model (RMM), dari 271 sampel item yang diadministrasikan, hanya 90 sampel item yang dianggap layak untuk dilibatkan dalam analisis utama kedua untuk merepresentasikan lima konsep yang diukur.

Proses validasi instrumen melibatkan satu rangakaian proses dengan langkah-langkah berikut: (a) uji reliabilitas skema kategori, (b) uji unidimensionalitas setiap konsep berdasarkan kategori agama, yaitu Muslim dan Kristen; (b) penggabungan (equating) ukuran konsep yang diukur dengan instrumen yang berbeda karena perbedaan agama; (c) uji reliabilitas masing-masing konsep yang telah digabungkan; (d) pengujian korelasi konsep yang diasumsikan memiliki beberapa dimensi; dan (e) akhirnya pengujian reliabilitas skor instrumen yang telah dikonstruksi berdasarkan asumsi sub-dimensi yang ada dalam setiap satu dimensi utama.

Analisi utama melibatkan dua prosedur, yaitu analisis deskriptif dan analisis Partial Least Squares (PLS) Path. Dari analisis pertama dapat dipahami bahwa dalam konsep yang lebih konkret siswa lebih mampu memperlihatkan pilihan yang lebih tegas. Ini diindikasikan dengan lokasi item yang merepresentasikan ide-ide konkret kebanyakan berada dalam kategori paling sulit atau paling mudah, baik dalam persepsi maupun dalam sikap. Di samping itu, lokasi item-item persepsi menunjukkan konsistensi dengan lokasi item-item sikap, baik bagi siswa Muslim maupun bagi siswa Kristen.

Analisis kedua menunjukkan bahwa agama memainkan peran signifikan dalam menimbulkan perbedaan persepsi teologis siswa. Pembentukan persepsi teologis keagamaan yang tepat sangat penting sebab persepsi yang baik berimplikasi pada pembentukan kesadaran kolektif keagamaan yang lebih tinggi. Ini sekaligus menunjukkan pentingnya siswa memiliki kesadaran kolektif yang tinggi. Identifikasi identitas kolektif yang lebih tinggi tidak berimplikasi pada sebuah sikap negatif terhadap persepsi maupun sikap multikultural siswa sebagaimana diasumsikan dalam studi ini. Ini menunjukkan bahwa ketinggian identifikasi identitas kolektif keagaman siswa justru kemungkinan memberikan efek positif dalam diri mereka tentang bagaimana bersikap multikultural dalam masyarakatnya. Namun asumsi ini masih perlu diuji lebih jauh.

Analisis studi ini melibatkan model yang relatif baru dalam kajian sosial psikologis pendidikan agama di Sulawesi Utara sehingga hasilnya pun masih bersifat eksploratoris.

Temuan bahwa meskipun persepsi dan sikap teologis memberikan pengaruh terhadap tingkatan identitas kolektif keagamaan siswa, akan tetapi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap multikultural mereka mengindikasikan perluanya melakukan penelitian lebih lanjut. Di samping itu, ditemukan bahwa siswa Kristen memiliki tingkat persepsi teologis yang lebih tinggi dari pada siswa Muslim. Akan tetapi kuantitas persepsi ini tidak berimplikasi pada timbulnya tingkatan identitas kolektif yang lebih tinggi dari pada siswa Muslim. Hal ini memerlukan penelitian lebih jauh tentang bagaiman siswa Kristen yang notabene memiliki konsepsi teologis agama yang tinggi, akan tetapi kuantitas konsepsi ini tidak berimplikasi lebih kuat dari pada siswa Muslim terhadap identitas kolektif keagamaan mereka. Untuk menjawab pertanyaan seperti ini dibutuhkan sebuah penelitian yang lebih grounded dan mendalam lewat observasi langsung.

Penelitian ini bersifat survey dengan karakter cross-sectional sehingga ia hanya dapat mengukur konsep dalam masa yang sama. Kesimpulan yang dilahirkan tidak dapat digeneralisasikan pada kesempatan yang berbeda. Di samping itu, sampel yang dilibatkan dalam studi ini relatif kecil (N=315) sehingga kesimpulan yang diambil pun tidak dapat digeneralisasikan secara luas. Segala usaha untuk menggeneralisasikannya terhadap siswa yang berada di luar sampel harus dilakukan secara hati-hati.

Informasi lengkap tentang hasil penelitian ini dapat diperoleh dengan mengirimkan email ke TIM Peneliti di mulnur@gmail.com

0 comments:

  © Blogger template 'Isolation' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP